Azzamtvjabar.com | Karawang - Pesan Rilisnya via WhatsApp pada media Azzamtvjabar.com, Kamis (08/05/2025). Dadan Suhendarsyah yang merupakan bagian dari pemilih KDM Rasional mencoba memberikan pandangan atau analisinya mengenai sosok yang memberikan fenomena baru untuk Jawa barat. Sepertinya takkan ada debat, jika buka Google Trend dengan topik pejabat paling populer saat ini, sudah pasti yang bertengger adalah nama Dedi Mulyadi (KDM), Gubernur Jawa Barat. Bahkan bisa jadi popularitasnya melesat tinggi melewati elite nasional sekelas Presiden Prabowo atau mantan presiden Jokowi yang masih sering diseret namanya dalam perbincangan politik negeri ini.
KDM adalah sosok pejabat yang berhasil mengorkestrasi Budaya sebagai akar jati diri manusia dengan kemajuan tekhnologi untuk mengeksplorasi mimpi, pemikiran dan aksinya, atau tak sekedar Itu tapi mengiklankan secara massif hingga menancap kuat dalam memori penonton. Dilengkapi kemampuan verbal dalam mengemas setiap buah pikirannya dengan diksi dan reka bahasa renyah nan runut, sehingga mudah dicerna oleh masyarakat lintas kelas sosial. Bisa disebut cikal bakal Soekarno, sang orator dan agitator handal," ucap Dadan.
Masih dikatakan Dadan, Dedi Mulyadi adalah Gubernur pada satu sisi, dan konten kreator pada sisi lainnya. Dua peran yang dijalankan dalam waktu bersamaan. Hingga detik ini, bisa dikategorikan kedua peran tersebut, sama-sama menuai hasil menggembirakan. Pada kapasitasnya sebagai Gubernur, yang berarti pemimpin bagi warga Jawa Barat, KDM sudah memperlihatkan sebagai figur yang kuat memegang prinsip, juga keteguhan dalam menjalankan visi dan merealisasikan mimpi besarnya. Layak jadi tuntunan bagi pemirsa. Saat beraksi di chanel Youtube nya, KDM mampu menyajikan kemasan kontent menarik banyak viewer dan follower, seperti layaknya acara televisi yang berorientasi profitable. Disini terkandung tuntunan, dan terkadang malah sekedar tontonan.
"Beragam kebijakan pro rakyat yang dilontarkan KDM pun terbilang anti mainstream. Contoh pertama dalam kasus yang menyasar dunia pendidikan, tentang ijazah gratis dan larangan study tour. Statement spontan KDM langsung disambut publik dengan reaktif. Akhirnya tidak hanya kritik yang terlontar, caci maki terhadap pihak sekolah pun berhamburan tak terhindarkan, seakan tak ada sisi baik dari institusi pendidikan. Padahal study tour sudah berlangsung sangat lama dan pada dasarnya bermanfaat bagi anak didik dalam menambah wawasan sambil memuhi kebutuhan refreshing."
Lanjutnya, programnya tidak mubadzir, yang keliru adalah penyimpangan pada tataran pelaksanaan, dengan menjadikan study tour ataupun wisuda/kelulusan sebagai ajang adu gengsi berbiaya besar, diluar kemampuan ortu siswa dalam situasi ekonomi yang sedang tidak baik-baik saja, pun pada program penyaluran anak nakal di Barak Militer, masih terkesan sebagai ide baik yang gurung gusuh tanpa pelibatan stakeholder lain seperti Sekolah, Dinas Pendidikan, bahkan DPRD yang terlibat dalam pembahasan anggaran. Lalu jika ada pihak yang tidak sepemikiran dengan KDM ataupun mengkrtitisi, meskipun pihak tersebut bicara dengan basis teori ilmiah akademik, para pemuja KDM meresponnya dengan persekusi dan stereotif. Seakan mengulang fenomena Buzzer di Pilpres lampau yang dibumbui proxy war cebong lawan kampret," paparnya.
Bisa dikatakan kontroversi, jika kita memperhatikan issue Vasektomi bagi kepala rumah tangga miskin dan adu omong KDM versus pemudi bernama Aura, yang mengusung tema awal soal penggusuran bangunan liar di pinggir kali, lalu digeser ke tema lain terkait larangan wisuda. Jelas, gadis tersebut salah karena bersama keluarganya mendiami tanah negara dan tak memiliki rasa empati sosial terkait biaya wisuda yang jutaan. Namun langkah KDM sebagai BAPAK AING tidaklah bijak menghiperbola kesalahan ANAK AING untuk jadi bahan persekusi dan sumpah serampah dari netizen yang berwatak barbar, tanpa iba belas kasihan.
Kesimpulannya, Dedi Mulyadi layaknya seorang Lionel Messi dalam kancah sepakbola. Mahir dan memiliki skill individu diatas rata-rata. Semua mengakuinya. Tapi sepakbola tidaklah cukup bermodal kemampuan perseorangan, butuh pula kolektivitas (mengendalikan ego pribadi), ketelatenan tangan dingin pelatih, dan tak boleh lupa, ada aturan main yang sudah disepakati untuk dipatuhi. Seperti halnya penggunaan anggaran pemerintah yang wajib melalui proses pembahasan bersama DPRD atau Bupati/walikota yang memiliki tugas kewenangan lebih otonom dibandingkan dengan Gubernur. Bisa jadi penonton akan berdecak kagum, memuji setinggi langit, dan teriak histeris saat KDM meliuk-liuk melewati banyak pemain lawan, lalu mencetak gol. Namun, yakinkah atmosfer bobotoh akan tetap tinggi jika di akhir pertandingan gol yang diciptakan lawan malah lebih banyak dibanding torehan gol KDM?
Mari mencintai BAPAK AING dengan tidak mengabaikannya. Sebab sikap anti kritik, merasa hebat sendirian dan menghardik kasar (kekerasan verbal) kepada pihak yang berbeda pemikiran adalah jalan ninja menuju terciptanya penguasa diktator otoriter," pungkas Dadan. (Rls/Red)
0 Komentar