Headline News

Kuasa Hukum Bantah Anggapan “Salah Kamar” dalam Uji Materi SK Bupati Karawang


 

Jurnalis dan Editor: Johar Hasibuan

Azzamtvjabar.com | Karawang - Praktisi hukum sekaligus kuasa hukum para pemohon dalam permohonan keberatan Hak Uji Materi terhadap Keputusan Bupati Karawang Nomor 973/Kep.502-Huk/2018 tertanggal 25 November 2021, Andhika Kharisma, SH., CPL, menanggapi pernyataan salah satu Direktur Pusat Studi yang menyebut bahwa gugatan terhadap keputusan tersebut melalui Mahkamah Agung (MA) adalah “salah kamar”.


Menurut Direktur Pusat Studi itu, SK Bupati seharusnya digugat melalui Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN), karena sifatnya adalah keputusan (beschikking), bukan peraturan (regeling). Namun, Andhika menilai pandangan tersebut keliru secara konseptual.


“Sebelum berpendapat, seharusnya dipahami terlebih dahulu perbedaan antara Keputusan dan Peraturan. Jika kita hubungkan dengan SK Bupati ini, maka jelas sifatnya adalah pengaturan (regeling) karena berdampak pada seluruh wajib pajak di Karawang, bukan hanya kepada individu tertentu,” jelas Andhika.


Andhika menerangkan, Keputusan (beschikking) bersifat individual dan ditujukan kepada subjek tertentu saja, sedangkan Peraturan (regeling) bersifat umum, berlaku bagi banyak orang, dan mengikat selama belum dicabut atau dibatalkan.


“Artinya, SK yang mengatur seluruh wajib pajak adalah bentuk peraturan, bukan keputusan individual. Maka, pengujiannya secara hukum berada di Mahkamah Agung melalui mekanisme Hak Uji Materi,” tegasnya.


Ia mengutip pandangan Prof. Jimly Asshiddiqie dalam buku Hukum Acara Pengujian Undang-undang, serta Prof. Maria Farida Indrati dalam Ilmu Perundang-Undangan, yang keduanya menegaskan bahwa peraturan bersifat umum dan mengikat banyak orang, sedangkan keputusan bersifat individual.


Pendapat serupa, lanjut Andhika, juga disampaikan Dr. Margarito Kamis saat menjadi ahli dalam permohonan Hak Uji Materi di Mahkamah Agung, bahwa peraturan berlaku untuk semua orang, sedangkan keputusan hanya untuk pihak tertentu, meski keduanya sama-sama bersifat memaksa.


“Jadi jangan sampai rancu membedakan kamar TUN dan kamar Mahkamah Agung. Jika sudah jelas sifatnya pengaturan dan berlaku umum, maka yang berwenang menguji adalah Mahkamah Agung, bukan PTUN,” imbuhnya.


Lebih lanjut, Andhika juga menyinggung aspek batas waktu pengajuan gugatan. Dalam perkara TUN, jangka waktu pengajuan dibatasi 90 hari sejak keputusan diterbitkan, sedangkan SK Bupati dimaksud telah terbit tahun 2021, sehingga sudah kedaluwarsa bila diajukan ke PTUN.


Sebaliknya, dalam Hak Uji Materi di Mahkamah Agung, tidak ada batas waktu selama peraturan tersebut masih berlaku dan menimbulkan kerugian bagi warga negara, sebagaimana diatur dalam Peraturan Mahkamah Agung No. 1 Tahun 2011.


“Dengan demikian, tidak tepat mengatakan permohonan uji materi ini salah kamar. Secara formil dan materil, jalur Mahkamah Agung sudah benar,” tegasnya.


Andhika juga menegaskan, jika mengacu pada Pasal 8 ayat (1) Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan, peraturan yang ditetapkan oleh bupati termasuk dalam hierarki peraturan perundang-undangan di bawah undang-undang.


“Jadi meski secara formil disebut Keputusan Bupati, namun karena sifatnya mengatur secara umum, maka secara hukum dipandang sebagai peraturan (regeling) yang dapat diuji di Mahkamah Agung sesuai kewenangannya sebagaimana Pasal 24A ayat (1) UUD 1945,” pungkasnya.


Menurutnya, penting untuk memahami secara komprehensif antara definisi keputusan dan peraturan, agar pendapat hukum tidak menyesatkan publik.


“Pisahkan dulu tafsir atau definisi keputusan dan peraturan. Kalau sudah bisa membedakan keduanya, maka akan terang benderang di mana kamar yang berwenang mengadili,” tutup Andhika Kharisma. (RJH)

0 Komentar

© Copyright 2023 - Azzamtv Jabar